Pemblokiran akses asrama Mahasiswa di jalan Kalasan Surabaya |
Pembubaran Diskusi Berkedok Operasi Yustisi
Surabaya - Jumat, 06 Juli 2018, kembali terjadi insiden pembubaran Diskusi dan Nobar Film dengan Tema Peringatan 20 tahun Peristiwa Biak Berdarah (1998) yang dilakukan mahasiswa Papua di Asrama Papua, Jl. Kalasan Surabaya.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim dari Federasi KontraS dan KontraS Surabaya.
Bahwa sejak sore sekira jam 15.00 sejumlah personil petugas Polisi terlihat mengawasi Asrama Papua di Jl. Kalasan Surabaya. Rencananya mahasiswa Papua akan menyelenggarakan diskusi dan menonton Film Dokumentasi tentang peristiwa 'Biak Berdarah' 'pada pukul 18.00 Wib.
“Biak Berdarah” adalah peristiwa kekerasan antara aparat keamanan dan warga sipil papua yang terjadi pada 6 Juli 1998. Kontras mencatat, dalam Insiden ini telah mengakibatkan delapan orang meninggal, tiga orang hilang, empat orang luka berat, 33 orang ditahan sewenang-wenang, 150 orang mengalami penyiksaan, dan 32 mayat tak beridentitas (misterius) ditemukan.
Pada sekitar jam 19.15 saat diskusi sedang berlangsung, Intelkam mendatangi asrama Papua, kemudian disusul rombongan intelkam beserta satpol PP. berdasarkan keterangan yang disampaikan Hendy salah satu perwakilan mahasiswa Papua, pada saat di datang sejumlah aparat sudah berada di depan gerbang asrama dan mecoba untuk mendobrak pintu asrama namun berhasil dicegah dua orang perwakilan mahasiswa yang pada saat itu berjaga, kemudian Hendry sempat diseret dan maki-maki dengan kata-kata Cukimai dan sempat ditantang kelau sama aparat.
Pada jam 20.30 Rombongan yang dipimpin Camat Tambaksari bersama bersama ratusan jajaran keamanan yang terdiri dari anggota Satpol PP, TNI dan sekitar 6 orang aparat kepolisian berseragam hitam dan membawa senjata laras panjang kota Surabaya mendatangi Asrama dengan maksud untuk melakukan operasi Yustisi.
Kemudian Camat Tambaksari langsung meminta data-data mahasiswa Papua, katanya “Kami sedang Swiping”, permintaan tersebut ditolak perwakilan Mahasiswa Papua dengan alasan karena waktu sudah malam dan tak ada pemeberitahuan. Namun pada saat ditanya perwakilan Mahasiswa Papua menanyakan Surat Perintah/Surat Tugas, Camat Tambaksari tidak bisa menunjukkan surat tersebut Kemudian terjadi dialog antara perwakilan dua orang mashasiswa peserta diskusidan pengacara publik LBH Surabaya, kemudian memancing amarah aparat hingga mengakibatkan terjadinya perdebatan dan saling dorong mendorong, hingga berujung pada hingga Sholeh Pengacara Publik dari LBH diseret aparat kepolisian, pada saat aksi dorong mendorong Anindya yang saat itu juga berada diloksi sempat dilecehkan oleh oknum aparat kepolisian, dadanya dipegang dan kemudian diseret beramai-ramai keluar dari depan gerbang Asrama Papua.
Selain hal tersebut pihak aparat juga sempat mempertanyakan kegiatan yang sedang dilangsungkan mahasiswa, bahkan camat sempat melontarkan tuduhan bahwasanya aktivitas yang seringkali dilakukan mahasiswa dianggap meresahkan warga Surabaya.
Pada jam 23.00 Setelah terjadi dialog yang cukup lama dan tidak menghasilkan kesepakatan, camat beserta aparat keamanan meninggalkan lokasi.
Tindakan aksi pembubaran diskusi yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua di Surabaya tidak hanya kali ini terjadi, sebelumnya pada tanggal 1 Juli 2018 aparat kepolisian juga sempat membubarkan paksa acara diskusi yang dilakukan AMP KK Surabaya dan Malang.
Berdasarkan Uraian tesebut diatas:
Pertama, bahwa mahasiswa tidak bermaksud untuk menolak operasi yustisi yang sedang dilakukan pihak Kecamatan Tambaksari, penolakan diakibatkan atas tindakan aparat keamanan yang diawal mengedepankan cara-cara yang tidak sopan dan terkesan arogan dan Mahasiwa meminta waktu agar sebelum diakukan pendataan terlebih dahulu dilakukan dialog untuk mengkonfirmasi atas opini yang beredar terhadap aktivitas yang dilakukan mahasiswa.
Kedua, bahwa tindakan yang dilakukan aparat kecamatan berseta jajaranya justru kemudian mebuat situasi semakin tidak kondusif di lingkungan Asrama, karna pada saat kejadian berlangsung yang mengikuti kegiatan acara diskusi tidak hanya mahasiwa yang tinggal di Asrama.
Dari hal tersebut diatas kami dari Federasi KontraS dan Kontras Surabaya mendesak agar:
- Aparat pemerintah Kota Surabaya, terutama Kepolisian agar tidak bertindak diskriminatif terhadap mahasiswa Papua dan lebih mengedepankan pendekatan dialog daripada pendekatan represif;
- Kapola Jawa Timur menindak tegas anggota kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa Papua dan anggota kepolisian yang melakukan pelecehan seksual terhadap peserta diskusi;
- Presiden Jokowi untuk memberikan jaminan ruang dan kebebasan berserikat, berkumpul, serta berekspresi bagi seluruh masyarakat, tanpa terkecuali bagi mahasiswa Papua.
Surabaya, 07 Juli 2018
Andy Irfan.
Sekjen Federasi KontraS
Fatkhul Khoir
Koordinator KontraS Surabaya.