Ilustrasi Rumah Sakit Umum Daerah Wamena – Jubi/Doc
Jayapura, Nawor Lano – Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tegah Papua Se-Indonesia (AMPTPI) mendesak Pemkab Jayawijaya menjelaskan keluhan masyarakat Jayawijaya soal indikasi pembunuhan di Rumah Sakit Umum daerah di Wamena.

“Ini bukan hal baru. Keluhan macam itu sejak 2007 lalu, orang masuk ke rumah sakit itu bukan untuk sehat. Orang sakit masuk untuk meninggal,” ujar Hendrikus Madai, wakil sekjen AMPTPI kepada Jubi di Abepura, kota Jayapura, Papua, Senin (23/5/2016).

Kata dia, pembunuhan yang menjadi keluhan itu pantas saja karena ada kejanggalan dalam sistem pelayaan kesehatan di RSUD Wamena. Terutama, penempatan kepala dinas kesehatan bukan orang yang berlatar belakang pendidikan kesehatan melainkan hukum.

“Bagaimana kalau kepala dinas dari profesi lain. Orang hukum? Ini kan berdampak pada menjalankan sistem pelayanan kesehatan dan menyediakan sejumlah kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Kata dia, kalau pemerintah tidak mampu menjelaskan, masyarakat tetap menilai kematian di rumah sakit itu bagian dari pembunuhan sistematis. Pembunuhan dengan tujuan menghilangkan eksistensi masyarakat setempat.

Madai menyampaikan itu sebagai respon atas keluhan masyarakat di kabupaten Jayawijaya pada pekan lalu.

Masyarakat mengungkapkan ada sejumlah anggota keluarganya meninggal walaupun keluhan sakitnya tergolong ringan.

“Bapak ibu kalau sakit jangan langsung ke rumah sakit, karena rumah sakit itu mereka mau kasih habis kita orang Papua. Ada penyakit yang gampang sembuh tapi kita tidak sembuh, selalu pulang mayat dari rumah sakit di Wamena ini” kata seorang warga yang juga kepala suku di Jayawijaya dihadapan masyarakat yang hendak mengikuti upacara duka meninggalnya satu warganya.

Lanjutnya, kalau hendak berobat dan diberikan obat dari rumah sakit, mestinya diperhatikan secara baik obat tersebut karena bisa jadi isinya malah racun.

“Bila perlu kasih ke anak-anak kita yang sudah sekolah supaya baca dulu baru kita minum. Jangan langsung minum obat itu, nanti kita mati. Indonesia ini biasa sengaja kasih habis kita,” katanya lagi dalam bahasa daerah.

Kecurigaan tersebut muncul setelah keluarga menceritakan kronologi kematian kepala suku setempat yang hendak dilakukan upacara duka.

“Bapak ini sakit sesak napas. Dokter bilang lendir tutup pori-pori pernapasan jadi sore kita bawa masuk di UGD, malamnya meninggal di UGD juga,” ungkap seorang pendeta yang hadir dalam upacara duka, menjelaskan kepada keluarga yang menjenguk pada 15 Mei 2016 di Wamena.

Kepala dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg Aloisius Giay membantah dugaan msayarakat ini.

“Tidak benar kalau ada pembunuhan di rumah sakit Wamena. Seorang dokter tidak diizinkan atau diperintahkan untuk membunuh,” kata Kepala Dinas Kesehatan ini. (*)

Sumber : tabloidjubi.com