Mama-mama yang berjualan di pinggir jalan Safri Darwin-Tawes akan segera dipindahkan ke Pasar Potikelek Wamena. Jubi/Islami |
“Kayu bakar, pinang, kerja cor yang tidak butuh keterampilan khusus ini orang luar yang kerja. Mereka bawa dari luar semua. Orang asli tidak berkesempatan,”ungkap Engelbertus Surabut, sekretaris Dewan Adat Wilayah Lapago kepada jurnalis Jubi, Selasa (26/4/2016).
Kata dia, orang asli mulai tersingkir akibat tidak ada kebijakan pemerintah yang berpihak kepada masyarakat. Pemerintah tidak membuat satu regulasi yang melindungi orang asli menimba ilmu, melatih ketrampilan dan melakukan pekerjaan dengan ketrampilanya.
“Tidak ada proteksi dari pemerintah. Orang asli dibiarkan tanpa ada perhatian. Pasti orang tidak bisa bersaing dengan mereka yang datang dengan modal dan ketrampilan yang cukup. Otomatis mereka yang kuasai,” tegasnya.
Kata dia, pemerintah belum terlambat melindungi orang Papua. Pemerintah mesti membuat regulasi-regulasi yang memberikan peluang kepada orang asli mendapatkan kesempatan menjadi pengusaha sukses.
Maria, wanita yang hari-hari yang berjualan pinang mengakui orang luar menjadi penguasa ekonomi modern di Wamena. Orang pendatang yang mengirim dan menjual pinang per kilo ke pedagang asli Papua.
“Kami beli kiloan dari pedagang di jalan Irian. Per kilo 90 ribu bahkan 100 ribu. Lalu, kami jual eceran dengan harga yang bervariasi. Bisa 5 ribu dua buah. Bisa 20 ribu empat buah pinang. Tergantung besar kecil dan warna,” ungkapnya.
Sama halnya dengan Veronika, yang sehari-hari menual sayur di Pasar Jigibama. Ia mengatakan ada perkembangan yang sangat luar biasa dalam perdagangan di Wamena. Orang pendatang telah menguasai pasar sembako dan hampir mengambil alih jualan hasil bumi lokal.
“Apa yang orang luar tidak jual. Mungkin sayur saja, mama-mama masih jual. Kalau yang lain, kita mau bilang apa lagi. Mereka kuasai habis,” tegasnya. (*)
Sumber : tablidjubi.com
Komentar