Anak-anak sekolah di SD Inpres Minimo, Kampung Helaluwa, Distrik Asolokobal – Jubi/Islami |
SDI Minimo, Kampung Helaluwa, Distrik Asolokobal dan SDI Mulele bahkan dipindahkan ke Hom-hom karena pengembangan Bandara Wamena. Proses belajar mengajar pun terganggu.
“Meski di sekolah kami tidak ada palang-memalang, beberapa kali kejadian di sekolah, contoh ditemukan berbagai kotoran manusia di dalam kelas dan lainnya,” kata guru agama di SD Minimo, Luis Wamu kepada wartawan saat kunjungan tim Kinerja dan jurnalis warga, Kamis (28/1/2016).
Awalnya proses belajar mengajar di SD Minimo berjalan baik. Namun sertifikat tanah yang tidak jelas membuat pihak sekolah khawatir. Meski pihak sekolah mencoba membangun komunikasi dengan dinas pendidikan dan pengajaran Kabupaten Jayawijaya, komite sekolah dan pemerintah setempat, hingga kini sertifikat tanah belum ada.
“Kami harap dinas sebagai atasan kami dapat menyikapi hal ini secara baik, agar tidak ada lagi hambatan. Saya lihat bukan hanya di sekolah kami, tetapi sekolah-sekolah di pinggiran kota, bahkan di luar kota mengalami hal yang sama,” katanya.
Setelah pemerintah membangun Bandara Wamena, SD Mulele, yang tepat berada di landing pesawat terpaksa harus dipindahkan ke Hom-hom, dekat Kampus II Yapis Wamena, September 2014, pun masih tersangkut masalah sertifikat.
“Sejak pindah dari Mulele ke Hom-hom sini, sekolah kami sudah beberapa kali dipalang oleh keluarga pemilik tanah. Permasalahan itu masih berlanjut dan belum ada kata sepakat meski sudah ada pembicaraan dengan pihak dinas maupun pemerintah daerah,” kata Kepala SD Mulele, Suprapto.
Fasilitas penunjang belajar mengajar di SD Mulele bahkan belum terpenuhi sejak pindah, seperti ruangan kelas yang hanya berjumlah 8 buah. Seharusnya disediakan 12 ruangan belajar. “Jadi, sejauh ini untuk kelas dua dibagi jam belajar ada yang pagi dan siang, bahkan ruang guru dan ruang UKS juga kadang kita pakai untuk belajar,” katanya. (Islami-tabloidjubi.com)
Komentar