Aliansi Rakyat Melawan (GSBI, FMN, SERUNI, AMP, SPS, RAKAPARE, SURABAYA MELAWAN, Serikat Pekerja Farmasi - Foto Anindya Joediono |
Selang aksi berlangsung, Hari Buruh kali ini yang dirayakan oleh rakyat di seluruh dunia kembali dicederai oleh rezim melalui walikota Surabaya Tri Rismaharini yang menyuruh Aliansi Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Melawan untuk meninggalkan barisan.
Salah seorang anggota Satpol PP mendatangi korlap dan memberikan HT yang dihubungkan langsung dengan Bu Risma. Beliau berkata pada korlap bahwa mahasiswa Papua harus segera meninggalkan barisan karena jika masyarakat Surabaya melihat ada mahasiswa Papua turun ke jalan dianggap akan memicu kericuhan.
Padahal aksi kami adalah aksi kampanye luas, aksi damai ini bertujuan mempersatukan gerakan rakyat di Surabaya dan mengkampanyekan permasalahanan rakyat di Surabaya termasuk soal penggusuran dan pendidikan yang semakin mahal, kata korlap Anindya Joediono.
Namun berkat kerja sama aliansi. Aksi berjalan dengan lancar, orasi-orasipun gempar di lontarkan dari masing- masing aliansi sesuai dengan tuntutan dan agenda sebagaimana seharusnya (tuntutan suara rakyat). Dalam aksi tersebut ini tuntutan 1 mei 2018.
- Cabut PP 78/2015 tentang Pengupahan
- Terapkan Upah Minimum Nasional sebagai sistim pengupahan Indonesia
- Terapkan keputusan MK No. 72/PUU-XII/2015 tentang Tata Penanguhan Upah Minimum
- Cabut Inpress 9/2013 tentang upah padat karya dan upah umum pedesaan
- Hentikan PHK, hapus sistim kerja kontrak/outsourcing dan pemagangan
- Hentikan segala bentuk pengekangan kebebasan berserikat, kebebasan melangsungkan pemogokan, intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi bagi seluruh gerakan rakyat
- Cabut segala macam UU dan peraturan yang memonopoli tanah dan merugikan petani
- Berikan subsidi bibit, pupuk, Obata-obatan dan subsidi produksi pertanian
- Turunkan harga kebutuhan pokok sesuai tingkat pendapatan rakyat
- Berikan perlindungan bagi TKI/buruh migran Indonesia, bebaskan BMI dari jeratan PJTKI
- Berikan keadilan HAM dan keadilan secara ekonomi politik dan budaya terhadap rakyat Papua. Berikan hak menentukan nasib sendiri terhadap rakyat Papua
- Cabut UU No. 12/2012 tentang pendidikan tinggi, dan wujudkan pendidikan yang nasionalis. Ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat
- Hentikan segala bentuk monopoli, perampasan tanah serta penggusuran dan reklamasi
- Sediakan lapangan pekerjaan secara merata
- Cabut UU No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah
Adapun bagi rakyat Papua saat ini, 1 Mei merupakan hari Aneksasi Kemerdekaan Kedaulatan Bangsa Papua Barat (West Papua), yang mana pernah menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 1 Desember 1961.
Begitupula dalam proses penyerahan kekuasaan Oleh UNTEA itupun dilakukan sepihak dan tanpa sepengetahuan rakyat Papua Barat. Dan juga dalam pelaksanaan PEPERA tahun 1969, pun terjadi banyak kecurangan; diantaranya tidak terlaksananya pelaksaan referendum "One Vote, One Man" sesuai mekanisme internasional, yang terjadi malah dewan musyawarah yaitu 1025 orang yang memilih dari 800.000 jiwa di Papua saat itu. Maka perjuangan rakyat Papua Barat menuntut hak menentukan nasib sendiri adalah adalah hak universal yang harus didapatkan oleh bangsa manapun didunia sesuai dengan Kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik, Kovenan mengenai hak-hak ekonomi, social dan budaya dengan resolusi PBB 2200 A XXI berlaku 3 Januari 1976. Dalam dua kovenan tersebut memang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1, bahwa semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri yang memberikan mereka kebebasan untuk menentukan status politik, kebebasan untuk memperoleh kemajuan ekonomi, sosial dan budaya.